Kamis, 21 Oktober 2010

Cerita Sahabat

Tiga Ribu Rupiah

“Ayo kampus! Kampus!”
Aku langsung melambaikan tanganku dan melangkah naik. Bis mulai berjalan lagi meskipun kakiku yang satunya belum terangkat. Untunglah tanganku sudah meraih gagang pintu, sehingga aku bisa selamat sampai di atas bis.
Huh…bis kota memang selalu begitu, masih untung kali ini nggak begitu penuh, masih ada tempat duduk kosong di bagian belakang. Aku melangkah menuju kursi kosong di belakang dan segera duduk.
Tak lama seorang kondektur yang memainkan uang logam menyodorkan tangannya ke arahku. Aku pun tersadar lalu segera mengambil dompet dan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan.
“Satu Bang.” ujarku seraya menyerahkan uangku pada Bang Kondektur.
“Wah, uangnya yang kecil aja Mbak!”
Aku mengurungkannya lalu mulai berekspedisi melakukan pencarian uang di dompetku. Kutemukan selembar ribuan, dan ternyata nggak ada yang lainnya lagi.
“Nggak ada yang kecil Bang, ini cuma ada seribu. Pake ini aja Bang.” aku mengulurkan uang lima puluh ribu yang tadi ku pegang.
“Tiga ribu aja masak nggak ada sih Mbak. Ini tadi baru aja keluar Mbak, jadi belum ada kembaliannya.”
Aku mulai menggeledah tasku kembali, siapa tahu ada sisa-sisa kembalian jajan yang kutaruh di dalam tas, tapi ternyata nihil.

Susahnya Berkata Tidak Part III

Ternyata, tak hanya aku saja yang seringkali mengalami dilemma susahnya menolak pemintaan seorang teman. Kemarin malam seorang sahabat karib mendatangiku. Dia langsung menceritakan masalahnya. Sebuah masalah yang berawal dari keadaan susahnya berkata TIDAK untuk sebuah permintaan dari temannya. Sepertinya memang sesuatu yang biasa saja, tetapi ternyata berbuntut pada masalah yang lebih panjang. Yang terus menerus menggerus perasaan dan pikirannya.